Blogger Perempuan

Jurnalisme Damai di Dunia: Sebuah Perjalanan Singkat Tahun 90-an


Pada tahun 1997, seorang professor di Norwegia menyampaikan ceramah tentang “Konflik dan Jurnalisme Damai” pada kuliah musim panas di Taplow Court (United Kingdom). Dia dikenal sebagai pendiri Studi dan Riset Perdamaian. Namanya Johan Galtung. Kerap melakukan lokarkarya dan membangun diskusi dengan para mahasiswa, akademisi, jurnalis, aktivis, dan segala bentuk diskusi yang mencerahkan Masyarakat tentang konflik dan jurnalisme.

Selama dua tahun (1997-1999) segala bentuk diskusi dilaksanakan di Taplow Court. Jurnalisme mulai berkembang dari jurnalisme lama menjadi jurnalisme baru yang bercabang dalam Jurnalisme Damai. Perkembangan jurnalisme berkembang pesat dalam dua tahun. Beberapa bentuk aktivitas yang berkaitan dengan lanjutan lokakarya berlanjut menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji oleh banyak orang, terutama di kalangan jurnalisme.

[Photo: Pexels]

Indonesia juga menjadi bagian dari kegiatan diskusi jurnalistik dengan konteks peliputan konflik bersama negara-negara lain. Afrika Selatan, Liberia, Nepal, Filipina dan Kolombia mendapat akses pelatihan dan praktik jurnalisme damai dalam bentuk yang beragam. Johan Galtung, mengenalkan jurnalisme bukan hanya sekedar menulis berita yang baik, tapi juga bagaimana meminimalisir ketakutan bagi orang-orang yang membaca berita tentang konflik.

Di tingkat universitas, di Jepang dan Hawaii menyosialisasikan silabus-silabus yang berkaitan dengan jurnalisme damai. Apa yang dilakukan oleh Johan Galtung kemudian menginsipirasi banyak akademisi untuk menemukan teori baru dan teori-teori jurnalisme dalam pendekatan jurnalisme. Jake Lynch dan Annabel McGoldrich dua di antara para akademisi yang aktif dalam menyosialisasikan jurnalisme damai. Buku mereka berjudul Peace Journalism terbit dalam rentang tahun-tahun saat jurnalisme damai mulai dikenalkan pada dunia.

Selain Johan Galtung, Jake Lynch dan Annabel McGoldrich juga berperan dalam memperkenalkan jurnalisme damai kepada masyarakat dunia dengan teori yang tertulis dalam bentuk buku.

Pers mengambil peran yang besar dalam menegakkan praktik jurnalisme damai di dunia melalui lokarya yang digagas oleh Johan Galtung. Pers di dunia menerapkan teori-teori yang dipaparkan oleh Jake Lynch dan Annabel McGoldrich melalui pemberitaan yang bersifat rekonsiliasi.

Tina Pulubuhu (2005) mendefinisikan rekonsiliasi konflik sebagai salah satu mekanisme transformasi konflik, dimana pihak yang berkonflik diharapkan mampu menimbulkan situasi saling melupakan dan memaafkan atas peristiwa konflik yang terjadi. Sebagai pihak medium untuk menyampaikan pesan dan berfungsi sebagai kontrol sosial, pers berperan penting dalam melakukan mediasi antara pihak yang bertikai dengan pemberitaan yang tidak memicu konflik baru.

Keseimbangan dalam pemberitaan adalah poin utama yang ditekankan oleh Johan Galtung dalam memberitakan konflik di media. Seiring waktu, jurnalisme damai juga mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan kondisi pers yang berlaku. Tentu saja, masyarakat dan pers diharapkan dapat saling membantu dalam kinerja memperkecil konflik di dunia.

Posting Komentar