Blogger Perempuan
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter

Syukuri Hari Ini, Jalani Masa Depan

Hidup berpindah dengan teman kos berbeda-beda banyak memberi pelajaran hidup untuk saya. Terutama dalam menghadapi berbagai jenis karakter manusia.

 Pernahkah kalian belajar sesuatu dari seseorang yang lebih muda tentang hidup? Saya pernah, sering pula. Namun dari semua yang pernah saya hadapi dan dengarkan, ada satu orang yang cukup berkesan. Dia adalah roommate keenam saya asal Belgia. Dia mengingatkan saya untuk syukuri hari ini, jalani masa depan. Sesederhana itu.

Sejak merantau ketika kuliah, saya ngekos dan memiliki roommate sebanyak enam kali. Roommate pertama adalah teman sekolah saya. Kemudian kami terpisah karena dia pindah kos, saya juga. Kami sempat tinggal di kos berbeda selama beberapa bulan. Roommate kedua, kakak sepupu saya yang selisih usia dua tahun. Saya juga nggak tinggal lama dengan sepupu ini, hanya beberapa bulan saja.


kamar kos
Ilustrasi kamar kost
[Photo: Pexels]

Pertemuan dengan roommate ketiga agak unik. Dia teman sekelas yang juga besti saya. Kami menjadi roommate nggak sengaja. Waktu itu dia main ke kos kedua saya setelah kakak sepupu pindah kos. Si teman agak kaget melihat kondisi kos, apalagi saya tidur di lantai dengan kasur menipis. Mirisnya, kalau hujan air got di belakang kos bisa merembes dari dinding papan.

Kawan saya berkata, “ke depan kamu harus cari kos yang lebih baik.” Begitu katanya. Kondisi saya waktu itu sedang sakit. Jadi dia menjenguk saya. Karena kasihan, dia mengangkut beberapa pakaian dan memasukkan ke dalam tas. Dia mengajak saya nginap di kosnya sampai saya mendapat rumah kos baru yang lebih baik.

Bersama roommate ketiga ini, saya tinggal di kamarnya selama tiga bulan. Saya menumpang setengah gratis. Selama tiga bulan saya hanya menyumbang uang belanja dan listrik. Sesekali saya menyumbang persabunan untuk mencuci pakaian. Tugas tambahan menimba air, menyaring air, dan memasak bersama teman kos lainnya. Mereka tidak menuntut, tapi saya cukup tahu diri.

Saat mencari kos, kami nggak sengaja singgah ke kos roommate pertama saya. Ternyata di kos ini kosong. Saya langsung membayar panjar dan tinggal di kos ini. Di kos ini saya tinggal sendiri sampai lulus kuliah. Baru kemudian saya pindah kos. Roommate pertama kembali menjadi roommate keempat saat dia menyelesaikan pendidikan S1 keduanya.

Pindah Ke Beijing

Tinggal bersama roommate keempat tidak lama. Dia hanya tinggal dengan saya setahun. Tinggal efektif selama satu semester, kemudian dia lebih banyak tinggal di kampung untuk melakukan penelitian. Setelah dia keluar, saya nggak punya roommate lagi. Lagipula saya lebih nyaman tinggal sendiri.

Dua tahun tinggal di kos jendela biru, saya pindah ke Beijing. Tinggal di asrama yang disediakan kampus. Dibandingkan dengan kata asrama, kata hotel bintang lima memang lebih cocok untuk tempat tinggal saya. Dua tahun lamanya, saya tinggal sendiri. Akan tetapi, saya punya roommate. Namanya Dene, asal New Mexico, Amerika Serikat. Dene menjadi roommate saya yang kelima.

Dia jarang berada di asrama. Katanya dia sudah menyewa apartemen di kawasan Sanlitun. Kawasan jedag jedug yang disebut juga kawasan internasional. Dosen saya mengatakan ini daerah huaqian (buang uang) karena banyak mall dengan barang branded internasional. Saya setuju. Bahkan Dene juga setuju.


international friend
Ilustrasi pertemanan internasional
[Photo: Dokumentasi pribadi]

Tahun kedua Dene pindah ke asrama. Semester pertama Dene selalu di kamar, baru semester kedua dia pindah ke kamar atas. Diam-diam dia tinggal bersama pacarnya di lantai tujuh sementara kamar di lantai empat kembali saya tempati sendiri.

Selama tinggal bersama Dene, saya belajar satu hal: toleransi. Banyak hal yang harus saya toleransi dari Dene, begitupun Dene. Terlebih dalam gaya hidup dan budaya yang tidak sama. Kami harus saling memahami satu sama lain. Mengenal Dene membuka mata saya tentang pertemanan yang global dan tata krama yang lokal. Seperti slogan sebuah produk pendidikan, act locally, think globally.

Toleransi Harga Mati

Toleransi harga mati, itu sebuah kepastian dan keharusan. Bagaimana tidak? Dalam situasi yang sulit dijelaskan, kita harus meminggirkan beberapa alasan untuk bertahan. Salah satunya tentang toleransi terhadap hal-hal yang sama sekali tidak cocok dengan kita. Apalagi, nih, kalau kita harus berbagi kamar dengan orang lain. Beberapa hal yang harus banget kita toleransi dengan harga mati terkait dengan prinsip, kebiasaan, dan budaya orang lain.

(1). Ibadah dan Agama yang Berbeda

Urusan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing adalah hak asasi pribadi. Kita atau teman sekamar kita punya hak untuk beribadah dengan nyaman. Memang, sih, roommate itu bisa kita cari sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kita. Itu berlaku untuk yang tinggal di luar kampus dan mencari flat atau apartemen sendiri.

Bagaimana dengan yang tinggal di asrama? Apalagi kalau siapa yang akan tinggal dengan kita ditentukan oleh pihak asrama kampus. Wah, serius! Toleransi harga mati harus menjadi napas dalam berinteraksi sosial.

Jika ini terjadi, maka harus mulai tanamkan kekuatan pada diri sendiri. Kuat secara mental adalah hal mutlak. Seringkali kita terganggu dengan pujian teman sekamar untuk Tuhannya. Dia juga demikian, bisa jadi terganggu saat mendengar kita mengaji. Jika merasa terganggu, lebih baik tinggalkan kamar untuk sesaat selama dia beribadah.

Intinya jika kita punya toleransi terhadap ibadahnya, kita juga akan mendapat toleransi saat beribadah. Kalaupun merasa terganggu dengan caranya beribada, jangan disampaikan secara frontal. Cari solusi lain. Misalnya saja dengan pindah ke kamar lain atau menyewa flat atau apartemen di luar kampus agar lebih merasa nyaman.

(2). Kebiasaan Buruk

Karakter manusia beraneka ragam. Ada yang masih bisa kita toleransi, ada yang tidak sama sekali. Hal yang bisa ditoleransi seperti makan di kamar, berantakan, dan lain-lain. Ada juga yang tidak bisa ditoleransi seperti suka ajak teman nongkrong di kamar atau klepto. Sebelum kita meminta toleransi kepada orang lain untuk kebiasaan buruknya, toleransi dulu kebiasaan buruk teman sekamar kita.

Toleransi terhadap kebiasaan buruk orang lain itu tidak mudah. Itu yang saya pahami bertahun-tahun kuliah dan berbagi kamar. Saya pernah punya teman sekamar, hobinya berpenampilan polos di tengah malam. Tidak walau sehelai benang pun. Jujur saja, saya sangat terganggu. Lantas, kami sepakat untuk menyekat kedua ranjang dengan rak buku di tengah.

Pernah juga memiliki teman sekamar yang hobi pesta di akhir pekan. Setiap malam minggu pulang dalam keadaan mabuk. Sialnya, dia selalu muntah di kamar dan menebarkan bau alkohol yang mengerikan. Saya terganggu, tapi menahan diri untuk tidak marah-marah. Saat dia melihat saya pindah posisi shalat dari lantai ke atas ranjang, dia bertanya-tanya. Setelah menjelaskan bagaimana saya beribadah dia pun berhenti minum.

(3). Kamar yang Berantakan

Ada pula teman yang sangat berantakan. Dia bisa melempar sepatu, baju, pakaian dalam dimana-mana. Keranjang kotor seluas lantai. Dia lantas membuat sekat bagian kami agar saya tidak terganggu dengan barang-barangnya yang berantakan.

Meninggalkan kamar yang berantakan sudah menjadi kebiasaan buruknya. Dia tidak bisa berbenah dan sulit menyesuaikan diri dengan kebiasaan saya yang suka bersih-bersih saat stres. Sudah pasti, tekanan dan sistem belajar di negeri orang yang berbeda menyumbang sedikit stress untuk saya. Bersih-bersih bagian saya menjadi rutinitas. Saya hanya tidak menyentuh barangnya sama sekali. Akhirnya dia memutuskan tinggal di luar meski tetap menggunakan kamar kami sebagai kamar singgah.

(4). Kamar Terang VS Kamar Gelap

Kebiasaan saat tidur juga memberi pengaruh yang besar. Saya terbiasa tidur sendiri dengan kondisi kamar yang terang. Pernah sekali waktu saya mendapat teman sekamar yang tidak bisa tidur dalam kondisi terang. Selama saya masih terbangun, dia tidak bisa tidur.

Setiap malam dia menunggu saya tidur lebih dulu, baru menyusul tidur. Akhirnya kami membeli lampu tidur yang cenderung gelap untuk mengambil jalan tengah. Saya juga menjelaskan alasan kenapa tidak bisa tidur dalam kondisi ruangan gelap gulita. Untungnya teman saya sangat pengertian.

(5) Irama Bawah Sadar

Menurut saya, inilah yang paling sulit dari seluruh toleransi harga mati. Irama bawah sadar alias ngorok. Tidak semua orang bisa tidur dalam situasi apapun. Ada orang-orang yang sangat sensitif dengan suara. Sedikit saja suara, dia akan terbangun. Kebayang kalau ngorok sepanjang malam, teman sekamar pasti nggak bisa tidur.

Hal yang bisa dilakukan untuk mencegah pertengkaran gegara irama bawah sadar adalah komunikasi. Bicarakan kepada teman sekamar jika kita punya kebiasaan ngorok. Irama bawah sadar ini juga tidak kita inginkan, tapi bisa terjadi begitu saja tanpa kita sadari.

Alhamdulillah, jika sama-sama mengerti. Jika tidak, carikan solusi lain agar tidak terjadi konflik dengan teman sekamar.

Syukuri Hari Ini

Hidup berpindah dengan teman kos berbeda-beda banyak memberi pelajaran hidup untuk saya. Terutama dalam menghadapi berbagai jenis karakter manusia. Ada orang-orang yang terlalu peduli dengan orang lain sampai membuat kita tidak nyaman. Syukuri saja, tandanya dia sangat sayang dan peduli pada kita.

Ada pula orang yang selalu mengkritik apa yang kita lakukan. Syukuri juga, dia tidak ingin mendengar orang lain berkata jelek tentang kita. Jadi dia mengkritisi apa saja yang kita lakukan. Selama tidak berlebihan dan tidak berniat mempermalukan di depan orang lain, syukuri bahwa dia bisa menjadi konsultan pribadi kita yang perfeksionis.

Saat berada bersama orang-orang baru yang selalu memberi warna. Saya hanya mensyukuri apa yang terjadi hari ini. Mungkin kita tidak akan mendapatkan kenikmatan itu di masa yang akan datang. Termasuk orang-orang yang kita temui hari ini.

Jalani Masa Depan

Kata orang, masa depan adalah misteri. Namun misteri itu harus dipecahkan mulai sekarang dengan cara menjalani hari ini. Ya, menjalani hari ini sama dengan mempersiapkan masa depan. Ketika kita menjalani masa depan yang baik, itu adalah bagian dari hasil yang kita persiapkan pada hari ini.


Bussines plan
Ilustrasi hidup adalah perencanaan
[Photo: Pexels]

Saya tidak yakin bisa bertoleransi dengan berbagai hal negatif yang saya hadapi saat ini kalau tidak belajar menerima keadaan di masa lalu. Bagaimana tidak, dulunya saya sangat tidak suka jika ada barang yang berceceran atau posisinya tidak sesuai dengan kehendak saya. Namun bertemu dengan orang-orang yang berbeda budaya lantas mengajarkan saya bahwa hidup itu harus berimbang. Nggak melulu rapi, harus ada sisi berantakan juga.

Di lain waktu saya paling suka bercerita. Apa saja akan menjadi cerita yang saya ungkapkan kepada teman-teman saya. Saat masih di Banda Aceh, teman-teman akan mendengarkan atau pergi. Paling buruk mereka memotong pembicaraan dengan cerita lain untuk membuat saya berhenti bicara. Namun setelah bertemu dengan budaya baru dan orang yang to the point saat bicara, kebiasaan itu berubah perlahan. Saya mulai menata kapan harus bicara dan kapan tidak.

Ada waktunya juga saya merasa tidak enakan mengatakan tidak saat orang lain meminta tolong atau menyuruh ini itu. Saat berbaur dengan budaya lain, saya belajar berkata tidak. Tanpa sadar saya sudah tahu caranya menolak tanpa harus membuat kebohongan sebagai alasan.

Kesimpulan: Hari Ini Adalah Investasi Masa Depan

Hari ini adalah investasi masa depan. Syukuri hari ini, jalani masa depan. Kita tidak pernah tahu berapa tahun lagi kita hidup. Lakukan hal-hal baik yang mampu kita lakukan. Jika sepuluh atau dua puluh tahun lagi kita masih hidup, kita akan berterima kasih pada diri kita hari ini. Ternyata kita sudah mempersiapkan masa depan dengan baik. Jangan lupa menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari.

Posting Komentar